Senin, 20 September 2010

Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga Date May 31, 2006

Ana kidung rumeksa ing wengi

teguh hayu luputa ing lara

luputa bilahine kabeh

jim setan datan purun

paneluhan tan ana wani

miwah panggawe ala

gunaning wong luput

geni atemahan tirta

maling adoh tan ana ngarah ing mami

guna duduk pan sirna

Ada lagu yang mengalun di malam hari. Lagu yang menjadikan kuat, selamat, dan terbebas dari semua penyakit. Terbebas dari segala macam petaka. Jin dan setan pun tidak mau. Segala jenis sihir tidak ada yang berani, apalagi perbuatan jahat. Guna-guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuri pun menjauh dariku. Segala bahaya akan sirna.



Potongan syair di atas adalah syair Jawa yang disebut macapat. Kategori macapat ini adalah Dhandhanggula. Syair ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah satu anggota Wali Songo yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Syair ini diciptakan Sunan untuk dilantunkan di malam hari dan berdo’a kepada Allah SWT.

Sunan Kalijaga, seperti halnya Syekh Siti Jenar, memang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa melalui sisi budaya. Seperti diketahui banyak orang, Islam menemui banyak halangan untuk berkembang di tanah Jawa karena bertemu dengan kultur yang sudah sangat kuat, yaitu kultur Hindu/Buddha di bawah pengaruh kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga melakukan transmogrifikasi dengan memasukkan unsur-unsur Islam dalam budaya-budaya Jawa seperti memasukkannya ke dalam syair-syair macapat, memodifikasi wayang kulit, menciptakan lagu yang sangat terkenal, Lir-Ilir, dsb. Pendekatan budaya seperti ini yang memang tidak disebutkan secara literalistik linguistik dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist menyebabkan banyak pihak menganggap ajaran-ajaran Sunan Kalijaga adalah bid’ah.

Keterangan panjang lebar di atas kudapatkan dari buku Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga yang ditulis oleh Achmad Chodim dan diterbitkan oleh penerbit Serambi (penerbit yang juga mengeluarkan versi Indonesia dari The Da Vinci Code yang fenomenal itu). Buku ini tidak memaparkan sejarah Sunan Kalijaga, melainkan ajaran-ajaran Sunan Kalijaga secara komplit, mulai dari tembang rumeksa ing wengi, puasa mutih 40 hari 40 malam, selamatan, hakikat diri manusia, saudara empat, dll. Buku ini memaparkan ajaran-ajaran tersebut tanpa menjustifikasi bahwa ajaran-ajaran tersebut adalah bid’ah, bahkan cenderung melakukan pembelaan dengan alasan-alasan yang dikemukakan.

Cukup enak dibaca, karena meskipun materi yang dibahas adalah berat dan kontroversial, buku ini menggunakan pengantar bahasa yang super ringan, bahkan agak terlalu ringan sehingga aku pikir tidak layak sebuah buku menggunakan bahasa seringan ini. Buku ini kurasa cukup banyak memberikan sisi dan sudut lain tentang bagaimana memandang Islam untuk memberikan sudut pandang yang lebih luas. Overall, nilainya 7 dari skala 1-10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar